Di, kau masih ingat tidak tentang cerita Abang mu yang
kau ceritakan ketika kita di SMA dulu? Cerita yang menjadikan ku tidak
menghormati Abang mu sebagaimana sebelumnya. Kali ini aku punya persprektif
yang berbeda dari apa yang aku lakukan dulu. Boleh aku membahasnya lagi Di?
Baiklah, aku anggap itu tanggapan yang memperbolehkan ku melakukannya.
Waktu itu kau bercerita bahwa Abang mu akan segera
menikah, dan aku menanggapinya dengan bahagia pula karna bagi ku itu berita
bahagia. Tapi kalimat mu selanjutnya membuat tanggapan ku yang sebelumnya
berantakan. Bagaimana tidak, Abang mu tidak menikah dengan orang yang satu
tahun belakangan ini menemaninya. Kita sudah sama-sama menyukai Kak Clara
sebagaimana anggota keluarga mu juga bukan? Lalu apa alasannya, Abang mu bisa
setega itu meninggalkan Kak Clara. Dan pagi itu aku menangis, bukan karena Kak
Clara adalah kakak ku, bukan karena aku mengasihani Kak Clara, tapi lebih
karena aku kecewa dengan keputusan Abang mu yang selalu aku idolakan.
Masa sekolah kita dulu, cerita kita hanya terbatas
yang terlihat saja. Bahagia kita hanya sebatas yang terlihat saja. Tapi
sebenarnya, ada banyak sekali yang melatar belakangi sebuah kejadian terjadi.
Seperti sebuah pepatah mengatakan, “Everything happened caused more than one
reason”. Pepatah ini punya makna yang sangat besar Di. Bahkan sampai saat ini,
aku masih belajar mencari lebih dari satu makna akan suatu kejadian.
Sebagai Adik, kau akan selalu ada di pihak abang mu.
Aku tahu itu. Tapi aku juga tahu, jauh didalam hatimu kamu mengalami kekecewaan
yang sama dengan ku. Di, dikala itu sebagai murit kelas I SMA, mungkin kita
tidak diizinkan untuk tau lebih dalam alasan mengapa Abang mu mengambil
keputusan yang jauh dari apa yang dia putuskan seharusnya. Ada sesuatu yang aku
harus ceritakan pada mu Di. Sesuatu yang diceritakan abangmu memalui applikasi
chatting di sebuah media social yang sudah memiliki ribuan pengguna. Apa yang
selama ini kita bayangkan salah Di. Predikat “jahat” yang selama ini aku
tujukan pada Abang mu sama sekali tidak benar. Tidak hanya Kak Clara yang
menderita Di. Abang mu pun mengalami hal yang sama. Mungkin sebaiknya kita
tidak perlu mengukur mana yang lebih besar, karena keduanya punya porsinya
masing-masing.
Abang mu menikah bukan dengan orang yang baru dia
kenal Di. Dia adalah teman masa kecil Abang mu. Sejak kecil keluarga mu sudah
berteman dekat dengan keluarga perempuan itu. Kalian dulu tetanggan. Entahlah,
mungkin kamu belum lahir sehingga kamu tidak mengenali keluarga kakak ipar mu
itu. Sejak kecil Abang mu sudah dekat dengan kakak ipar mu Di. Sampai akhirnya,
kakak ipar mu harus pindah ke benua yang berbeda dengan yang kita tinggali saat
ini. Sejak saat itulah Abang mu sudah tidak pernah bekomunikasi lagi dengan
perempuan itu Di. Sampai akhirnya kakak mu bertemu dengan Kak Clara, dimana
menurut kita, Kak Clara lah yang sangat pantas dengan Abang mu. Tapi bukan
untuk kedua keluarga yang mengemban tanggung jawab social.
Sebelum berita pernikahan itu sampai ketelinga mu,
Abang mu bukan orang yang tidak menyukai calon istrinya itu. Abang mu menyayanginya
Di, sebagaimana adiknya sendiri. Bagaimana tidak, siapa yang tidak menyukai Kak
Villo. Dia cantik, baik, ramah, penyayang dan sholeh. Semua itu sudah cukup
bagi kebanyakan laki-laki yang mengharapkan rumah tangga yang sakinah mawaddah
dan warrohmah. Tapi Kak Clara? Orang kebanyakan boleh bilang dia biasa-biasa
saja, tapi bagi ku dia special Di. Begitu juga bagi Abang mu. Dia berbeda. Dia punya
sesuatu yang bisa mengisi kekosongan yang selama ini dirasakan Abang mu. Aku
pun bingung memaknai kisah keduanya. Entah itu rasa cinta dan sayang. Anggap
saja begitu ya Di. Bagi Abang mu, cintanya untuk Kak Clara, dan sayangnya untuk
Kak Villo.
Pilihan menikah tentu tidak hanya sekedar antara cinta
dan sayang saja Di. Ada seribu alasan diluar itu dan tentu ada seribu tanggung
jawab yang harus kau pertanggung jawabkan. Begitulah yang dirasakan Abang mu
Di. Sekarang, aku menyadari, bahkan sangat menyadari yang menderita bukan hanya
Kak Clara saja Di. Abang mu, abang mu yang tetap tersenyum ketika kita marah
dan menyalahkannya juga menderita Di. Kau bisa bayangkan bukan? Kau bisa
bayangkan betapa Abang mu juga ingin menikah dengan Kak Clara? Tapi dia hanya
tidak ingin mengecewakan semua orang, termasuk Kak Villo orang yang sedari
kecil dia manjakan. Cukup dia dan Kak Clara yang berkorban. Mungkin ini
keputusan yang bijak, tapi aku tidak tau benar atau salah Di. Ketika semua
sudah terjadi, berarti Allah memang menakdirkan demikian. Aku tidak ingin
menyalahkan siapa-siapa Di.
Ya, aku menceritakan ini pada mu, agar kita
memperbaiki kembali memori yang terlanjur kita buat salah dengan mempersalahkan
Abang mu Di.
Disela-sela kesibukannya, Abang mu masih merindukan
Kak Clara Di. Ini dia sampaikan pada ku dengan memisalkan aku adalah Kak Clara.
Mungkin, pabila dia benar-benar didepan Kak Clara, belum tentu dia bisa
mengatakan itu. Hahahahaha…. Maklumi saja Di, memegang predikat suami bukan hal
yang mudah. Tidak semua yang kau rasakan harus disampaikan. Tidak seperti masa
sekolah kita dulu bukan? Bisa-bisa saja kau berdiri dibatu besar ditengah sawah
dan berteriak dengan lantang untuk meminta aku untuk tidak menganggap mu tidak
ada lagi. Hahaha, maafkan aku. Harusnya kau sudah cukup tau aku orang sangat
cemburuan.
Tenang Di, itu hanya rindu yang tidak bisa dia
sampaikan. Hanya rindu kesehariannyaa yang sangat dia nikmati dulu, rindu bau
parfum yang sering dia nikmati dulu. Untuk suami yang sudah berkeluarga, apakah
ini salah Di? Dia menyanyangi kakak iparmu. Percayalah. Dia hanya ingin
bernostalgia dengan kenangan yang dulu. Pertemuan dalam mimpi saja sudah
membuatnya bahagia Di. Di, kau jangan marah ya. Menjadi Abang mu dan Kak Clara
itu tidak mudah. Aku tahu, sampai saat ini Kak Clara pun bersikap tegar. Semangat
Abang mu masih aku liat di sorot matanya Di. Dia wanita yang tangguh.
Kehilangan cinta sejatinya tidak membuatnya patah semangat. Justru semua itu
membuatnya lebih produktif dan berprestasi. Entah mengapa, aku berharap Kak
Clara tetap menjaga cintanya Di. Semoga mereka berdua dipertemukan di dunia
yang lain ya Di. Di surga mungkin.
Bagi ku, cerita Abang mu dan Kak Clara benar-benar
cinta sejati Di. Semoga mereka berdua bisa tetap sabar ya. Dan abang mu pun
tidak mengecewakan Kak Villo.
Bagi Abang mu, menikmati kerinduan itu saja sudah
cukup membuatnya bahagia, begitu pula Kak Clara, melihat Abang mu hidup bahagia
saja sudah sangat membahagiakan. Dan woooooww,, cerita ini membuatku belajar
bahwa harus banyak-banyak bersabar. Kau tau Di, mengetahui ada yang juga
merindukan ku saja sudah menjadikan ku sangat bahagia. Bagaimana bisa aku
bahagia hanya dari doa dalam hati. Hahahaha. Iya, iya, aku tau aku harus
belajar sabar lebih giat lagi. Oh iya, kau tidak ingin tahu siapa yang
merindukan aku? Heeeemmmmm,,, ADALAAAAAHH ~~~~~