Di, apakah kamu sudah tidur? Hari
ini, pasti kamu menyiapkan tenaga untuk kembali bekerja esok hari ya?
Oh
ya Di, ada sesuatu yang ingin aq perlihatkan padamu. Sebuah karya dimasa lalu.
Cerpen yang dulu aq buat iseng-iseng untuk lomba. Sampai sekarang, aq ngak tau
hasil lomba itu. Aq juga ngak ada keinginan untuk mencari tahunya. Hihihi. Sudahlah,
aq hanya ingin kamu membacanya Di. Dan kemudian ceritakan pada q bagaimana
pendapatmu.
Cerpen
ini, sudah mengalami banyak revisi Di. Cerita awal yang aq buat gaya bahasanya
sangat kacau dan berantakan. Yah, untung ada orang baik yang dengan paksaan q mau
memeriksa dan memperbaikinya. Terimakasih deh untuk dia. Mungkin kalau dia ngak
ikut ngebantu bikinnya, cerpen q ini, jadi urutan terakhir dalam lomba. Tapi,
ide ceritanya tetep aq yang punya kq Di. Jadi aq tetep punya sesuatu yang bisa
dibanggakan pada mu ya.
………………………………..
Alov sedang
duduk di meja kerjanya sambil sibuk dengan sebuah laptop dan setumpuk kertas ketika
tiba-tiba ibunya memulai percakapan.
“Lov,
ibu tidak mau ya, dengar alasan dari kamu lagi.... Ibu sudah cukup lama
bersabar dan menunggu sampai kamu puas dengan semua kesibukan kantor kamu itu. Sekarang
kamu tak perlu repot, Ibu sudah atur semuanya. Kamu tinggal putuskan, kapan
tanggal kamu siap untuk menikah dengannya. Abrar itu laki-laki yang baik. Kamu pun
sudah lama mengenal dia, kan? Jadi, tolong kamu kabulkan permintaan ibu ini….”
Ah,
percakapan itu lagi.
Sebagai
seorang karyawan di salah satu kantor redaksi majalah terbesar di kotanya, Alov
memiliki banyak sekali pekerjaan yang bahkan tak jarang mesti dibawanya ke
rumah demi mengejar deadline. Ia
sungguh sedang ingin berkonsentrasi, tapi perkataan ibunya barusan telah
mengacaukan alur pikirannya.
Tahun
ini umur Alov memasuki angka 28, namun Alov sama sekali belum memiliki
pendamping hidup. Padahal usianya itu sudah tergolong tidak muda lagi untuk
ukuran wanita Minang. Bukannya Alov tak pernah menjalin kedekatan dengan
lelaki, hanya saja dia memiliki kecenderungnan untuk meninggalkan pacarnya
ketika merasa kariernya memburuk. Hatinya selalu lebih keras memperjuangkan
karier daripada pasangan.
Alov
beruntung karena memiliki kemampuan managerial yang baik hasil didikan
orangtuanya. Dia juga beruntung karena orangtuanya yang berada mampu membiayai
pendidikannya di institusi yang terbaik. Ditambah dengan bakat dan kecintaannya
pada dunia jurnalistik, semua itu membawa Alov ke jenjang kariernya yang ia
nikmati kini. Pada titik ini, tak ada yang tak mengenal dirinya di lingkungan
kerjanya. Tentu saja, hal itu juga dikarenakan oleh keelokan parasnya sebagai
seorang gadis keturunan Minang. Wajar bila banyak yang menaruh hati pada
sosokya. Malang bagi mereka, karena Alov hanya menaruh hatinya pada
pekerjaannya.
Namun
bagaimanapun mandiri dan mapannya Alov sebagai seorang wanita, dia tetaplah seorang
anak gadis bagi orangtuanya. Dan bagi orangtuanya, angka 28 adalah batas akhir
untuk melajang. Untuk itu Ibundanya telah menyiapkan seorang calon. Seorang
laki-laki yang dirasa sempurna; baik lakunya, baik asal-usulnya, baik pula
kemapanannya.
Usia
Abrar dua tahun di atas Alov. Laki-laki berwajah bersih itu kini berprofesi
sebagai dosen tetap di Universitas Gajah Mada setelah menyelesaikan S2-nya di
Jerman dua tahun lalu. Kata-kata ibunya yang terus disampaikan setiap mereka
bertemu itu sungguh menghantui pikirannya. Memang benar bahwa Ibunya sudah lama
menginginkan Alov menikah, namun beliau selalu bersabar menghadapi kekerasan
hati Alov dalam mengutamakan pekerjaan. Dan juga benar bahwa Alov memang sudah
lama mengenal Abrar, bahkan sempat laki-laki itu melamarnya. Namun seperti
semua lamaran yang datang, Alov menolaknya dengan alasan belum siap
meninggalkan kesibukan di kantor.
Kali ini
Alov kehabisan bantahan. Semua standar adat dan masyarakat akan seorang calon
yang baik ada pada diri Abrar. Dan semua yang diperlukan untuk melangsungkan
sebuah pernikahan sudah direncanakan dengan matang oleh ibunya. Pada akhirnya Alov
merasa, ini lah kewajibannya. Ia putuskan untuk mengiyakan permintaan ibunya,
demi membahagiakan hati wanita yang telah melahirkannya itu. Meski jauh di
dalam Alov sadar ia belum memiliki rasa cinta pada lelaki pilihan orangtuanya
itu, namun ia beranikan diri mengikat diri dalam pernikahan, dengan syarat
Abrar memberinya kebebasan untuk tetap berkarir di dunia yang dicintainya.
Tiga
bulan setelah menyatakan kesanggupannya, Alov pun melangsungkan pernikahan. Abrar
yang telah menyetujui kehendak Alov memberinya kebebasan penuh untuk terus
bekerja. Praktis tidak ada yang berubah dalam kehidupan Alov setelah
pernikahannya, kecuali statusnya. Ia masih selalu sibuk dengan laptop dan
kertas-kertasnya, masih sering lembur di kantor, bahkan hingga lupa menjaga
pola makan. Tidak ada satu orang pun yang melarangnya, karena tau berdebat
dengan Alov tak akan gunanya. Dan begitulah Abrar mengalah, atas nama cintanya
pada perempuanya yang keras hati itu.
Bersambung
-----------------------------
Ceritanya belum berakhir. Tapi aq putuskan
untuk mengakhirinya. Aq tau kamu sudah mulai bosan membacanya. Pada kesempatan
berikutnya, aq sambung ya. Oh ya Di, cerpennya belum punya judulkan? Sengaja,
motif supaya kamu penasaran.
Selamat malam, Dialhu..
Lanjutin cerpennya nah..
ReplyDelete