Wednesday, January 2, 2013

KARYA MASA LALU PART 1



            Di, apakah kamu sudah tidur? Hari ini, pasti kamu menyiapkan tenaga untuk kembali bekerja esok hari ya?
Oh ya Di, ada sesuatu yang ingin aq perlihatkan padamu. Sebuah karya dimasa lalu. Cerpen yang dulu aq buat iseng-iseng untuk lomba. Sampai sekarang, aq ngak tau hasil lomba itu. Aq juga ngak ada keinginan untuk mencari tahunya. Hihihi. Sudahlah, aq hanya ingin kamu membacanya Di. Dan kemudian ceritakan pada q bagaimana pendapatmu.
Cerpen ini, sudah mengalami banyak revisi Di. Cerita awal yang aq buat gaya bahasanya sangat kacau dan berantakan. Yah, untung ada orang baik yang dengan paksaan q mau memeriksa dan memperbaikinya. Terimakasih deh untuk dia. Mungkin kalau dia ngak ikut ngebantu bikinnya, cerpen q ini, jadi urutan terakhir dalam lomba. Tapi, ide ceritanya tetep aq yang punya kq Di. Jadi aq tetep punya sesuatu yang bisa dibanggakan pada mu ya.
………………………………..

Alov sedang duduk di meja kerjanya sambil sibuk dengan sebuah laptop dan setumpuk kertas ketika tiba-tiba ibunya memulai percakapan.
“Lov, ibu tidak mau ya, dengar alasan dari kamu lagi.... Ibu sudah cukup lama bersabar dan menunggu sampai kamu puas dengan semua kesibukan kantor kamu itu. Sekarang kamu tak perlu repot, Ibu sudah atur semuanya. Kamu tinggal putuskan, kapan tanggal kamu siap untuk menikah dengannya. Abrar itu laki-laki yang baik. Kamu pun sudah lama mengenal dia, kan? Jadi, tolong kamu kabulkan permintaan ibu ini….”
Ah, percakapan itu lagi.
Sebagai seorang karyawan di salah satu kantor redaksi majalah terbesar di kotanya, Alov memiliki banyak sekali pekerjaan yang bahkan tak jarang mesti dibawanya ke rumah demi mengejar deadline. Ia sungguh sedang ingin berkonsentrasi, tapi perkataan ibunya barusan telah mengacaukan alur pikirannya.
Tahun ini umur Alov memasuki angka 28, namun Alov sama sekali belum memiliki pendamping hidup. Padahal usianya itu sudah tergolong tidak muda lagi untuk ukuran wanita Minang. Bukannya Alov tak pernah menjalin kedekatan dengan lelaki, hanya saja dia memiliki kecenderungnan untuk meninggalkan pacarnya ketika merasa kariernya memburuk. Hatinya selalu lebih keras memperjuangkan karier daripada pasangan.
Alov beruntung karena memiliki kemampuan managerial yang baik hasil didikan orangtuanya. Dia juga beruntung karena orangtuanya yang berada mampu membiayai pendidikannya di institusi yang terbaik. Ditambah dengan bakat dan kecintaannya pada dunia jurnalistik, semua itu membawa Alov ke jenjang kariernya yang ia nikmati kini. Pada titik ini, tak ada yang tak mengenal dirinya di lingkungan kerjanya. Tentu saja, hal itu juga dikarenakan oleh keelokan parasnya sebagai seorang gadis keturunan Minang. Wajar bila banyak yang menaruh hati pada sosokya. Malang bagi mereka, karena Alov hanya menaruh hatinya pada pekerjaannya.
Namun bagaimanapun mandiri dan mapannya Alov sebagai seorang wanita, dia tetaplah seorang anak gadis bagi orangtuanya. Dan bagi orangtuanya, angka 28 adalah batas akhir untuk melajang. Untuk itu Ibundanya telah menyiapkan seorang calon. Seorang laki-laki yang dirasa sempurna; baik lakunya, baik asal-usulnya, baik pula kemapanannya.
Usia Abrar dua tahun di atas Alov. Laki-laki berwajah bersih itu kini berprofesi sebagai dosen tetap di Universitas Gajah Mada setelah menyelesaikan S2-nya di Jerman dua tahun lalu. Kata-kata ibunya yang terus disampaikan setiap mereka bertemu itu sungguh menghantui pikirannya. Memang benar bahwa Ibunya sudah lama menginginkan Alov menikah, namun beliau selalu bersabar menghadapi kekerasan hati Alov dalam mengutamakan pekerjaan. Dan juga benar bahwa Alov memang sudah lama mengenal Abrar, bahkan sempat laki-laki itu melamarnya. Namun seperti semua lamaran yang datang, Alov menolaknya dengan alasan belum siap meninggalkan kesibukan di kantor.
Kali ini Alov kehabisan bantahan. Semua standar adat dan masyarakat akan seorang calon yang baik ada pada diri Abrar. Dan semua yang diperlukan untuk melangsungkan sebuah pernikahan sudah direncanakan dengan matang oleh ibunya. Pada akhirnya Alov merasa, ini lah kewajibannya. Ia putuskan untuk mengiyakan permintaan ibunya, demi membahagiakan hati wanita yang telah melahirkannya itu. Meski jauh di dalam Alov sadar ia belum memiliki rasa cinta pada lelaki pilihan orangtuanya itu, namun ia beranikan diri mengikat diri dalam pernikahan, dengan syarat Abrar memberinya kebebasan untuk tetap berkarir di dunia yang dicintainya.
Tiga bulan setelah menyatakan kesanggupannya, Alov pun melangsungkan pernikahan. Abrar yang telah menyetujui kehendak Alov memberinya kebebasan penuh untuk terus bekerja. Praktis tidak ada yang berubah dalam kehidupan Alov setelah pernikahannya, kecuali statusnya. Ia masih selalu sibuk dengan laptop dan kertas-kertasnya, masih sering lembur di kantor, bahkan hingga lupa menjaga pola makan. Tidak ada satu orang pun yang melarangnya, karena tau berdebat dengan Alov tak akan gunanya. Dan begitulah Abrar mengalah, atas nama cintanya pada perempuanya yang keras hati itu.
Bersambung
 -----------------------------
       Ceritanya belum berakhir. Tapi aq putuskan untuk mengakhirinya. Aq tau kamu sudah mulai bosan membacanya. Pada kesempatan berikutnya, aq sambung ya. Oh ya Di, cerpennya belum punya judulkan? Sengaja, motif supaya kamu penasaran.
            Selamat malam, Dialhu.. 

1 comment:

Terimakasih sudah berkunjung.
Jangan lupa meninggalkan jejak ya!!